Sejarah matematika dalam berhitung dimulai dengan ide-ide perumusan metode pengukuran, yang digunakan oleh orang Babilonia dan Mesir, pengenalan pengenalan pola dalam penghitungan bilangan pada zaman prasejarah, konsep organisasi berbagai bentuk, ukuran, dan angka oleh orang-orang prasejarah, dan pengamatan fenomena alam dan perilaku alam semesta.
Daftar Isi
Evolusi angka berkembang secara berbeda dengan versi yang berbeda, yang meliputi Mesir, Babilonia, Hindu-Arab, Maya, Romawi, dan sistem angka Amerika modern. Sejarah perkembangan penghitungan didasarkan pada evolusi matematika, yang diyakini telah ada sebelum sistem penghitungan angka dimulai (Zavlatsky:124).
Sejarah matematika dalam berhitung dimulai dengan ide-ide perumusan metode pengukuran, yang digunakan oleh orang Babilonia dan Mesir, pengenalan pengenalan pola dalam penghitungan bilangan pada zaman prasejarah, konsep organisasi berbagai bentuk, ukuran, dan angka oleh orang-orang prasejarah, dan pengamatan fenomena alam dan perilaku alam semesta.
Sistem bilangan Mesir/Babilonia
Ribuan tahun yang lalu tidak ada nomor untuk mewakili bilangan-bilangan. Sebaliknya jari, batu, tongkat atau mata digunakan untuk mewakili angka. Matahari dan bulan yang digunakan untuk membedakan waktu. Misalkan untuk menghitung sapi, orang prasejarah menggunakan tongkat. Pengumpulan dan alokasi tongkat untuk menghitung hewan membantu dalam penentuan jumlah hewan yang ada.
Kebanyakan peradaban tidak memiliki kata-kata untuk angka yang lebih besar dari dua sehingga mereka harus menggunakan symbol-simbol sederhana yang disepakati seperti kawanan domba, tumpukan biji-bijian, atau banyak orang. Kebutuhan akan penggunaan angka terjadi pada saat terjadi klompok besar seperti desa dan permukiman dan mulai sistem barter dan perdagangan yang pada gilirannya menciptakan permintaan untuk mata uang. Masyarakat pada saat itu mulai kewalahan untuk membahasakan bilangan-bilangan yang besar. Kertas dan pensil tidak tersedia untuk menuliskan angka.
Sejarah matematika berkembang dari penandaan baris pada tulang, penghitungan, dan pengenalan pola, yang mengarah pada pengenalan angka. Tulang dan kayu ditandai, seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
Apalagi perkembangan angka berevolusi dari kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang prasejarah. Namun, pola angka dari satu hingga sepuluh sulit dilacak. Untungnya, setiap pola angka lebih dari sepuluh dapat dikenali dan mudah dilacak. Misalnya, sebelas berevolusi dari ein lifon , yang dulu berarti ‘satu yang ditinggalkan’ oleh orang-orang prasejarah. Dua belas dikembangkan dari lif, yang berarti “dua sisa” . Selain itu, tiga belas dilacak dari tiga dan empat dari empat belas, dan polanya berlanjut ke sembilan belas. Seratus berasal dari kata “sepuluh kali”. Selanjutnya, kata-kata tertulis yang digunakan oleh orang-orang kuno seperti takik pada ukiran kayu, ukiran batu, dan simpul untuk menghitung memberikan dasar yang kuat untuk evolusi berhitung.
Bangsa babilonia menggunakan sistem bilangan basis 60 atau sistem bilangan seksagesimal yang dicampur dengan basis 10. Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, dan 360 derajat dalam putaran lingkaran penuh. Sistem bilangan ini sudah mengenal tempat dan mulai digunakan sekitar tahun 200 SM (Sebelum Masehi).
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal tulisan dan sistem bilangan yang disebut dengan sistem hieroglyph. Sistem bilangan ini menggunakan basis 10 yang telah digunakan sejak 2.850 SM. Sebagaimana sistem bilangan Babilonia yang masih belum mengenal angka nol, sistem bilangan Mesir Kuno juga masih memiliki kekurangan yaitu masalah penempatan dalam penulisan. Masing-masing simbol dapat ditulis secara berulang sesuai yang diinginkan asalkan tidak lebih dari sembilan kali pengulangan. Selain itu, dalam penulisan bilangan juga ditulis dengan leluasa, dapat dimulai dari kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah, maupun bawah ke atas. Orang Mesir menggunakan simbol numerik sebagai berikut: